Rabu, 28 Oktober 2015

Malu Bertanya Akan Sesat Di Jalankah?



Oleh: Zaphekeer Sina Otto


Aku tergugah membaca sebuah artikle dari seorang murid di Indonesia yang menulis bahwa dosen-nya meninggalkan ruangan kuliah setelah salah seorang murid bertanya tentang perbedaan kelas yang diajarkan-nya dengan kelas lain. Bukankah ada pepatah mengatakan “Malu Bertanya Sesat Di Jalan” Aku berpikir, dalam konteks ruang kuliah, “Is there any question as a stupid question?” (Apakah ada pertanyaan yang goblok?).


Gambar 1. Suasana taman disekitar University of Campinas (UNICAMP), Brazil.

Aku juga teringat waktu masih mahasiswa S1 dulu di Jakarta, aku selalu takut untuk bertanya karena merasa takut dibilang bodoh oleh para dosen-ku. Acap kali (Note: Nggak Semua Dosen Lho!!), sang Dosen suka marah2 ke murid (alias “Defensive”) kalo dia harus menjawab pertanyaan-nya nggak di sukai-nya. Karena takut nggak lulus, aku selalu ber-hati2 kalo berhadapan dengan Dosen “Killer” yang selalu sangar, sempurna, dan tak pernah bisa salah. Tak jarang terdengar ucapan dari Dosen “Killer” dengan nada sebagai berikut, “Kalian hanya bisa dapat angka 7, saya sebagai Dosen hanya bisa maximum dapat angka 8, Malikat maximum dapat angka 9, dan hanya Tuhan yang bisa dapat angka 10.” ……Seram kali Bah!


Gambar 2. Gedung Fakultas Sains di University of Campinas (UNICAMP), Brazil.



Gambar 3. Lorong di Institute Biologi, University of Campinas (UNICAMP), Brazil.


Mengingat balik, aku hanya bisa tersenyum-senyum berfikir kenapa yah Dosen bisa2nya megucapkan kata2 seperti itu? Memang kami murid2nya bukan orang sempurna, tapi Dosen-pun kan sama juga dia juga nggak ada yang sempurna.


Gambar 4. Taman di tempat penginapan pengajar tamu di University of Campinas (UNICAMP), Brazil.

Pada semester pertama di program pasca sarjana di US, aku juga selalu bungkem dan takut bertanya karena takut salah. Tapi heran, Professor2 kami selalu sabar menjawab semua pertanyaan teman sekelas walaupun pertanyaan-nya sangat mendasar atau kelihatan-nya seperti petanyaan yang sangat dangkal. Para pengajar ini tak pernah tak mau menjawab pertanyaan dan juga tidak pernah menunjukkan nada meremeh-kan (“condescending”) ke murid-nya.



Gambar 5. Kolam renang di tempat penginapan pengajar tamu di University of Campinas (UNICAMP), Brazil.

Rupanya, pertanyaan tersebut men-stimulasi Professor itu untuk berpikir dan menjawab secara systematis supaya murid-nya nggak sesat di jalan belajar-nya. Akupun merasa malu dalam hati karena sudah menghakimi teman sekelas-ku yang ku anggap bertanya pertanyaan-nya yang sangat dangkal. Lambat laun, aku baru mengerti apa hakekat untuk bertanya dan belajar mengkostruksi sebuah pertanyaan yang baik (How to ask a good question). “How to ask the right or good question” adalah sesuatu yang kelihatan-nya gampang tapi sebenar-nya sukar dilakukan.

Karena sudah menghakimi teman sekelas (dalam hati), aku sadar dan mengingat nasehat mentor-ku, “In this life, don’t assume anything, get the facts straight!” (“Dalam hidup ini, jangan selalu membuat assumsi (ber-andai2), cari fakta2-nya yang benar dan lurus!”). Kejadian2 ini sudah menebas keangkuhan-ku waktu itu dan mencoba kedepan supaya bisa berpikir lebih jernih and kritis.


Gambar 6. Pemandangan ke arah universitas dari tempat penginapan pengajar tamu di University of Campinas (UNICAMP), Brazil.

Suatu hari, teman sekelas bertanya ke Professor kami; sang Professor rupanya nggak tau jawaban dari pertanyaan ini.  Setelah berfikir sejenak, Professor kami menjawab, “I have never thought of that question. I don’t know the answer to your question. I will find out the answer for you next time we meet.” (“Saya belum pernah mikirin jawaban pertanyaan anda itu. Saya nggak bisa menjawab pertanyaan anda saat ini. Nanti saya cari jawaban-nya dan akan saya jabarkan ke anda semua pada waktu kita ketemu lagi nanti.”). Dalam hatiku, “Bah….…Professor kok berani-berani bilang nggak tau jawaban pertanyaan murid-nya. Apa dia nggak takut dia nanti dia dibilang nggak becus sama murid2-nya!!”

Setelah kami bertemu lagi, Professor kami membagikan sebuah artikel kesemua murid2 dikelas; kemudian, dia menjawab pertanyaan murid yang belum di jawab-nya. Dia menjabarkan semua fakta2 yang mensupport jawaban-nya. Artikel yang dibagikan ke kami adalah salah satu artikle yang menjawab pertanyaan murid tersebut.  Lagi2 alasan-nya, Professor ini nggak mau sembarangan menjawab pertanyaan murid-nya (Istilah di Amrik, “He/She does not want to wing it!” atau “Nggak mau asal jawab!”) karena dia tidak mau menyesatkan murid2-nya dalam menggali ilmu.  Yang jelas, kami se-kelas (termasuk Professor kami) belajar hal baru yang asal-muasal-nya dari pertanyaan seorang murid.

Sebagai manusia sudah lumrah kalau aku selalu membanding2kan diri dengan orang lain. Mungkin, ini karena aku ingin mengangap diri sendiri lebih baik dari orang lain. Atau, aku secara jujur pengen belajar dari orang yang lebih baik tersebut.  Tapi yang tak bisa kupungkiri, teman2 sekelas orang Amrik rupanya sudah terlatih dari kecil bahwa mereka tak takut bertanya dan tak takut diketawaiin kalau pertanyaan mereka dianggap dangkal. Mereka nggak takut dicap dengan, “Huh…What a stupid question? (Huh…Itu petanyaan yang begok?).” Ini disebabkan para Guru selalu ber-prinsip, “There is no question is a stupid question” (Nggak ada pertanyaan yang di kategorikan sebagai petanyaan begok). Alasan-nya, seorang Murid, Guru, Dosen, dan Professor adalah manusia biasa2 dan tak mungkin dia mengetahui segala-gala-nya. Untuk mendapat jawaban yang se-akurat mungkin, seseorang harus ber-hati2 menjawab pertanyaan dengan melihat fakta2 yang ada.

Mengingat kembali ke-angkuhan-ku waktu sebagai pelajar, aku hanya bisa tersenyum-senyum sadar. Banyak keangkuhan2-ku yang sudah ditebas sejajar dengan tanah oleh pengalaman dan waktu. Aku sadar bahwa, aku sebagai murid dan pengajar bukan orang yang sempurna. Yang jelas sekarang setelah menjadi orang yang tugas-nya sebagai pendidik/pengajar, aku selalu berusaha untuk melatih dan mendidik murid2-ku untuk bisa menanyakan pertanyaan yang tepat dan jitu alias “How to ask the right or good question!”  Aku mencoba mendidik mereka untuk selalu mengecek semua jawaban2 mereka dengan fakta2 yang ada (Get the Fact Straight!! and “Don’t Just Wing It! (kayak politician)”).  

Yang pasti, aku sendiri masih percaya dengan pepatah yang kudengar waktu SD, “Malu Bertanya Sesat Di Jalan!”

Salam Sejahtera dan Damai!

v.v



Tidak ada komentar:

Posting Komentar