Oleh: Zepheeker Sina Otto
Setiap
hari jumat pagi, semua “Teaching Assistant (TA)” ber-kumpul untuk mendikusi-kan
experiment yang akan dilakukan minggu depan dan pengalaman2 laboratori yang
kemungkinan bisa membuat murid kesulitan melakukan experiment mereka.
Koordinator semua laboratory ini adalah Dr. Steve B (SB). Kalau menurut orang
Amrik, SB is an Interesting Character (translasi bebas: Steve B adalah orang
yang unik atau eksentik). Steve adalah orang putih (Caucasian) yang tinggi dan
besar yang berumur sekitar 40-an dan berambut panjang yang ditocang sampai
dibawah pundak dan jenggot-nya pun panjang. Penampilan Steve sehari-hari
seperti pemain gitar dari “ZZ Top” dengan T-shirt hitam, denim jeans, Western
bolero ties, cowboy hat, dan cowboy boots. Walaupun penampilan-nya yang sangat
sangar, secara individu Steve sangat professional dan selalu siap membantu kami2
bawahan-nya sebagai TA. Waktu itu, aku satu group diskusi dengan Jim W dan Wes
McC (dipanggil “Wes”) yang di pimpin oleh Steve.
Gambar 1. Salah satu pemandangan di taman seorang Farmer di Midwest
Jim adalah teman
baik ku di laboratory Professor RBB. Kami berdua melakukan riset dibawah
superfisi Prof. RBB dengan tujuan jangka panjang riset kami yang sama tetapi
berbeda tujuan jangka pendek dan pendekatan. Prof. RBB ingin membuktikan
“Hipothesa” unggulan-nya dengan beberapa cara dan kami berdua sebagai orang2
yang mengetest hypothesa tersebut. Jadi, aku dan Jim selalu berdiskusi tentang kami.
Karena Jim adalah senior-ku (dua tahun diatas-ku), dia secara tak langsung
menjadi “mentor-ku” di laboratory dan dia juga menjadi sahabatku se-hari2. Aku
selalu bertanya tentang laboratori techniques ke Jim.
Jim adalah orang
putih yang berbadan tinggi dan kekar dengan mata biru dan rambut
pirang-keriting yang panjang-nya sebahu dan mukanya didekorasi dengan kumis
Fumanchu. Karena kami selalu jalan2 kemana-mana ber-dua kalau ada acara2
ekstrakurikuler di departemen Kimia, kami berdua kelihatan seperti David dan
Goliath yang jalan bersama. Teman2 graduate students dari jurusan kami selalu
bercanda menamakan kami dua sebagai “The Giant and the Troll”; Jim sebagai the
“Giant” dan aku sebagai the “Troll.” Karena kami bersahabat, aku sering di
undang oleh Jim dan Istri-nya makan malam di apartemen mereka sebelum kami
kembali ke laboratori melakukan riset sampai tengah malam. Sampai sekarang
kalau aku ke Negara Bagian dimana Jim berada, aku pasti menemui Jim di
universitas dia bekerja.
Kembali ke “weekly
meeting” dari TA, aku sangat binun alias bengang-bengong tak megerti kalau
kawan kami Wes berbicara untuk mendiskusikan tentang laboratori prosedur yang
akan kami lakukan minggu depan. Kalau dia berbicara, telinga-ku mendengar kata2nya
seperti ucapan orang yang ber-kumur-kumur. Kupikir, aku rupanya masih perlu
lagi belajar banyak tentang bahasa inggris. Hampir sebagian besar dari
presentasi si Wes aku nggak mengerti, rasanya aku mendengar suara tawon yang
mendengung ditelinga ku. Karena Jim duduk di sebelah ku, aku berbisik kedia,
“Jim, aku nggak ngerti sama sekali dengan kata2 sama yang diucapkan si Wes.”
Kemudian Jim berbisik menjawab, “Jab, bukan hanya kamu yang sulit mengerti
ucapan si Wes. Dia mempunyai “Logat Southern”. Mendengar ucapan Jim, akupun
agak terhibur sedikit karena agak sukar rasanya (sedikit frustrasi ke diri
sendiri) mendengar seseorang berbicara tapi kita nggak ngerti apa yang
diperbincangkan-nya.
Setelah petemuan
selesai, Jim dan aku kembali ke laboratori kami. Ku bilang ke Jim, “Kukira
karena aku orang Indonesia dan bahasa Inggris ku nggak becus, aku nggak ngerti
apa yang Wes ucapkan.”
Kemudian Jim
berkata, “Jab, akupun sukar mengerti apa yang diucapkan Wes karena dia
mempunyai logat Southern (Orang Selatan) yang sangat kental. Aku lebih gampang
mengerti kata2 yang kau ucapkan dari yang diucapkan oleh Wes. Kita harus
membiasakan mendengar logat si Wes supaya kita bisa mengerti apa yang dia
katakan." Wes adalah orang yang berasal dari Negara Bagian Alabama di Selatan
Amrik yang mempunyai logat kental; kalau kata orang Amrik, “He is a southern
man with a southern drawl.”
Jim kemudian
menjelaskan bahwa di Amrik banyak logat berbicara yang ber-beda2 tergantung
asal-usul dari bagian Eropah mana nenek moyang mereka datang. Ada logat
berbicara seperti New England accent dari Massachusetts seperti John F.
Kennedy. Ada logat Southern Drawl dari Louisiana, Alabama, Texas. Ada pula
logat New Yorker yang kayak orang Batak yang ceplas ceplos dan straight-to-the-point. Di tengah2 Amrik ada yang disebut logat Midwestern di sekitar negara
bagian Missouri, Kansas, Nebraska dan Oklahoma. Ada logat dari Minnesota dan
Wisconsin yang dipengaruhi oleh logat German dan Swedish. Ada logat2 yang
gampang di mengerti dan ada yang sukar di mengerti. Aku-pun menerangkan ke Jim
bahwa di Indonesia pun ada logat Batak yang kasar dan logat Jawa Tengah yang
halus. Jim tersenyum dan berkata, “Perbedaan membuat hidup ini menarik.
Bukankah Demikian?” Satu kalimat dari Jim ini memperluas wawasan-ku.
Setelah beberapa
bulan berlalu, aku pun terbiasa mendengar logat si Wes dan mengerti semua apa
yang dia perbincangkan-nya. Rupanya, dengan sedikit berusaha aku pun bisa
mengadaptasi untuk mendengar dan mengerti ucapan2 si Wes. Aku tak harus memaksa
si Wes untuk merubah logat-nya. Aku tak pernah lupa dengan ucapan si Jim,
“Perbedaan membuat hidup ini menarik. Bukankah Demikian?” Bah, biarlah kupake
terus logat Batak-ku, akupun tak perlu takut. I am who I am!!
Salam Sejahtera!!
v.v
Tidak ada komentar:
Posting Komentar